Wednesday, 17 August 2016

untuk ibu


ini adalah surat kecil, mungkin sekiranya mewakili sebagian mungil negeri ini.
sebagian dari kami yang akhirnya menyadari.
betapa dalam kami menyakiti ibu pertiwi.

ibu kami yang mungkin tidak lagi hanya bermuram durja
tapi sungguh sudah memalingkan muka.

ibu, maafkan kami.
yang hanya mengunjungi ibu setahun sekali.

yang ribut berdecak kagum akan luar biasanya antusiasme kami dalam merayakan tahun ini.
beragam lomba, upacara yang luar biasa, pidato-pidato istimewa.
dengan banyak link-link dan post-post tersebar,
mengagungkan Indonesia yang besar dan tegar.
sementara mungkin mendengar gebyar-gebyar saja sebenarnya sudah bosan, tak tergetar.

ibu, maafkan kemunafikan kami.
yang berkoar akan menyingsingkan lengan,
sementara turun tangan saja jarang.

ibu, maafkan kami kemalasan kami.
yang sibuk menghujat
menuntut dan mempersalahkan,
namun berinisiatif dan berani bertanggung jawab seringkali enggan.

ibu, maafkan kami bertanya-tanya.
sejauh apa kami telah membuat bangga.

apakah medali-medali yang kami persembahkan di olimpiade dunia,
mencukupi untuk mengganti berton-ton emas yang dikeruk sang negara adidaya dengan sukarela?

Ibu, maafkan kami yang suka mengeluh, namun jarang mau berpeluh.

ibu, maafkan kami.
karena melanggar proklamasi.
apakah pemindahan kekuasaan kami lakukan dengan cara seksama? kami tidak tahu menahu.
...kami bahkan tidak peduli.

ibu, maafkan kita semua.
karena sering menyalahartikan butir-butir pancasila.
memang benar kami berdebat tentang keesaan Tuhan,
hingga menomorduakan adab terhadap sesama manusia,
dan keadilan adalah hal terakhir yang bisa diharapkan.

ibu, usiamu mungkin tercatat tujuh puluh satu.
tetapi bukan rahasia lagi bahwa sesungguhnya kau jauh lebih sepuh dari itu.
kau sudah ada menyaksikan dengan tegar kala para tetua sibuk memperjuangkan merah putih berkibar.
dan kau masih ada sekarang menyaksikan dengan pilu.

ibu, kami datang mengadu.
ibu, saya datang mengaku.

saya malu.

Wednesday, 28 January 2015

Unpublished (until now)

sleepless nights in hospital would give you plenty of time to be;
scared,
depressed,
thinking wild,
wondering ifs,
calculating maybes,
imagining weird happenings,
wishing things to be happier, easier.

how is it possible that everything you never think about,
you think about,
on a single night.

questioning
everything.

second guessing,
every single decision you make.

writing,
each and every single possibility
of how the story would be ending.

wondering,
what if Angel of Death messed up the room number when He picked up the patient next door that passed away half an hour ago.
what if Life is just level 1?
what if there is nothing afterwards?
what if there is something afterwards?

that's when I lift up my hand, and whisper
every secret prayer
every selfish wish
every fear I can't bear

hoping that when my eyes finally cooperate,
and I could wink a sleep tonight
I would open them again the next morning.


Saturday, 10 January 2015

Hello Goodbye

kematian adalah kemewahan.
bagi seorang tahanan penjara bawah tanah, yang dirajam tubuhnya senti demi senti sepanjang hari, dipaksa mengkonsumsi ampas hasil ekskresi.

kematian terdengar menyenangkan.
bagi seorang veteran perang yang buntung kaki tangan.
sungguh lebih baik dikenal syahid menghunus pedang.
dibanding lemah tak berdaya menyusahkan orang.

kematian bukanlah pilihan.
untuk seorang ibu yang berdarah darah menyelamatkan anaknya yang megap-megap tenggelam air ketuban. melahirkan sendirian.
hidup dulu, anakku lahir dulu, urusan nanti belakangan.

kematian adalah peringatan.
bom waktu dengan layar tanpa angka yang berdetak tanpa henti.
tik. tidak peduli.
tik. ah masih lama.
tik. tik. tik. terdengar jarum mencepat, layar meredup sedikit membuat gugup.
tik. Bapak kolesterolnya dijaga ya, Pak.
tik. Yaampun dek, makanya bawa motor itu hati hati.
tik. tik. Untung Ibu tidak jadi naik pesawat itu bu..
tik. tik. Pelurunya jelas diarahkan ke dada pasien dalam jarak dekat. hanya sekian milimeter ke kanan sudah dipastikan menembus jantung.

tik. tik. tik.


tik. tik. aku bosan.


tik.

Saturday, 1 November 2014

aku ingin menceritakan suatu cerita
ini bukanlah kisah dari negeri antah berantah
ataupun sekedar basa-basi minum kopi

ini adalah cerita cinta pandangan pertama
ketika aku pertama kali membuka mata

aku tidak ingin membosankanmu dengan kisah sembilan bulan itu
toh semua orang sudah tahu

aku hanya ingin berbagi
pertanyaan-pertanyaan yang tersimpan dalam hati

sampai detik ini,
aku bertanya tanya
bagaimana seseorang bisa menyimpan gunungan sabar sebanyak itu
aku bertanya tanya
bagaimana seseorang mampu meredakan badai
dengan seulas senyuman santai
dan terutama, aku bertanya-tanya,
bagaimana seseorang bisa tahu segalanya?

bagaimana seseorang mampu memberikan pemahaman hidup,
hanya dengan mengajarkan arti cukup.
bagaimana seseorang tetap bisa tersenyum menentramkan, meskipun aku tahu hatinya juga mungkin tengah tak karuan
bagaimana seseorang mampu memberikan sekeras-kerasnya hukuman
hanya dengan melontarkan tatapan penuh kekecewaan

kasih mama tidak akan pernah berkurang
juga tidak perlu berlebihan
sempurna, dengan seluruh kesederhanaannya.

percayalah ma, kasihku tidak hanya sepanjang galah
karena mama adalah panas dalam apiku,
dan dingin dalam saljuku

sungguh, bukan waktu singkat kau dan aku mencapai hari ini,
bukan selalu melewati hari cerah hingga kita di tempat ini

namun setiap kali kepala dan hati berontak ingin lari
atau mulai bersikap tak peduli,
renungkanlah,

jika bibir yang kau anggap terlalu banyak bicara itu,
harus membeku untuk selamanya
bagaimana jika mata itu yang seringkali kau hindari, karena selalu tahu apa yang ada di dalam hati
tidak pernah terbuka lagi?

dan saat itulah aku tersedu mengadu
padaNya yang menciptakan semua Ibu
sungguh Ia telah menganugerahi hati seluas langit, dan kasih sayang melimpah bagaikan taburan bintang

maka mama,
maafkan jika noni sering terlupa.
maaf jika noni keras kepala, maaf jika noni banyak bertanya.

namun dengarlah, mama,
ketika seorang hamba malu akan dosa dosanya
ketika seorang manusia terluka hatinya,
ketika seorang gadis berlumur kecewa
ketika seorang anak merasa tidak punya siapa-siapa

sesungguhnya seribu cerita cinta tidak akan cukup
ataupun lembaran puisi dan keping emas dunia ini tak akan mencakup

tapi sungguh,
hanya dengan adanya mama,
itu cukup.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...