Yup, tepat sekali.
Ketika seseorang melakukan sesuatu atas kesadaran diri sendiri, lalu mulai mengeluh atas segala sesuatunya, maka orang lain akan mencibir dan mengutarakan kata sakti itu; 'Siapa suruh?'
Iya, siapa suruh saya datang ke Jakarta. Lalu memutar bola mata kesal melihat KEMACETAN yang nggak kira-kira.
Tapi kan, bukan hanya saya?
"Macet banget gila." adalah alasan klasik nomer satu untuk menoleransi budaya telat.
"Ngopi dulu yuk, sambil nunggu macetnya mendingan?" adalah alasan klasik lain buat ngajak gebetan kencan kilat.
Seorang teman dari negara seberang pun mengeluh,
"I can't believe there is a city with these many people and vehicles, yet there is NO underground system. or any appropriate public transport. I've never seen so many cars and motorcycles in a damn highway."
Sayang sekali, saudara-saudara. Sepertinya memang Jakarta tidak akan pernah punya sistem transportasi yang bagus. Siap ditampar, Jakartans? Silahkan baca versi terjemahan artikel milik Andre Vitchek, Jakarta: Kota Fasis Sedunia. dan kenapa kemungkinan besar Jakarta TIDAK AKAN pernah punya MRT. link di bawah.
***
Iya, siapa suruh saya dateng Jakarta. Yang luar biasa TIDAK PEKA.
Atau mungkin sebenarnya mereka biasa-biasa saja, yang sisi manusiawinya masih ada.
mereka tetap rapuh, ditengah kerasnya Jakarta Raya.
Mereka tetap polos, di tengah hingar-bingar noda.
Mereka tetap manusia, sayang begitu penuh pura-pura.
Jakarta adalah sekolah paling efektif untuk mengajarkan ketidakpedulian, sayang.
Boro-boro mikirin ada apa dengan Cinta, ada apa dengan Tetangga aja nggak pernah. Eh entahlah ya, kalo mau minjem apa gitu mungkin bolehlah bermanis-manis.
Yakali deh nyempetin rutin sedekah, cicilan aja belom lunas.
Mana sempet mikirin politik negeri ini sih, gue follow MataNajwa di twitter buat keliatan keren doang.
Nggak penting amat ngirim kopi buat orang RT yang lagi lembur, gue aja mesti ngehemat biar Starbucks activity gue tetep jalan.
Eh maaf-maaf aja ya kalo gue keliatannya nggak care sama urusan sosial, gue peduli kok, buktinya gue like di Facebook, gue lanjutin broadcast di BBM, dan gue retweet beritanya! Weits, tapi buat instagram itu off-limit ya, nggak mau dong kehilangan follower!
Mana sempet mikirin politik negeri ini sih, gue follow MataNajwa di twitter buat keliatan keren doang.
Nggak penting amat ngirim kopi buat orang RT yang lagi lembur, gue aja mesti ngehemat biar Starbucks activity gue tetep jalan.
Eh maaf-maaf aja ya kalo gue keliatannya nggak care sama urusan sosial, gue peduli kok, buktinya gue like di Facebook, gue lanjutin broadcast di BBM, dan gue retweet beritanya! Weits, tapi buat instagram itu off-limit ya, nggak mau dong kehilangan follower!
"Yee, gue sempet mengasihani diri sendiri aja udah sukur,
yakali pake mengasihani orang lain."
***
Iya, siapa suruh dateng Jakarta. Yang terinfeksi penyakit MATRE seluruh pelosoknya.
Bener saya kepengen menepuk pundak siapapun yang bikin slogan TokoBagus.com, "Kalo bisa jadi duit kenapa enggak?"
Karena itu Indonesia banget, atau lebih tepatnya, Jakarta banget.
Kemarin saya baru baca bukunya si Teppy, yang menceritakan ibunya bikin bisnis persewaan satu-satunya treadmill mereka; 20 menit = seribu.
Profesi tukang parkir dan penjaga tol aja mungkin orang Jakarta penemunya (dan satu-satunya di dunia?)
Waktu mulai deket Idul Fitri, banyak orang cari uang dengan cara.. jual uang! Iya, maksudnya yang jualan uang ribuan buat angpau lebaran.
Bahkan tinggal pasang perban, duduk di gerobak dan pura-pura patah kaki bisa menghasilkan 10 juta per bulan!
Asli, manusia Jakarta emang kreatif banget cari duit.
Bener saya kepengen menepuk pundak siapapun yang bikin slogan TokoBagus.com, "Kalo bisa jadi duit kenapa enggak?"
Karena itu Indonesia banget, atau lebih tepatnya, Jakarta banget.
Kemarin saya baru baca bukunya si Teppy, yang menceritakan ibunya bikin bisnis persewaan satu-satunya treadmill mereka; 20 menit = seribu.
Profesi tukang parkir dan penjaga tol aja mungkin orang Jakarta penemunya (dan satu-satunya di dunia?)
Waktu mulai deket Idul Fitri, banyak orang cari uang dengan cara.. jual uang! Iya, maksudnya yang jualan uang ribuan buat angpau lebaran.
Bahkan tinggal pasang perban, duduk di gerobak dan pura-pura patah kaki bisa menghasilkan 10 juta per bulan!
Asli, manusia Jakarta emang kreatif banget cari duit.
***
Berapa banyak dari waktu itu yang dipakai untuk berpikir? atau bersumpah serapah? atau mendengarkan Justin
Walaupun untuk ketidakpekaan, saya hanya mengangkat bahu. Tentu saja saya tidak bisa menyamaratakan bahwa semua Jakartans , tetapi Jakarta memang sebuah kota yang menguji diri setiap hari. Menguji hati. Menguji sisi-sisi manusiawi. Begitu terus mungkin, hingga penduduknya perlahan kehilangan nurani.
Dan materialistis?
Astaga, saya bahkan sudah kehilangan selera berbicara.
***
p.s. terima kasih untuk mas Bayu Prakasa yang membuat saya lumayan semangat ngeblog lagi. check him out.
Artikel Andre Vitchek versi terjemahan/ via Kuntawiaji disini.
beberapa artikel Andre Vitchek di Counterpunch:
Governor Jokowi Enters Jakarta in a Wooden Horse
Take a Train in Jakarta
0 comments:
Post a Comment