Ini bukan cerita kosong belaka
Ataupun sekedar obrolan minum kopi
Ini juga bukan mitos, atau dongeng, atau huruf-huruf terajut indah
Karena aku bukanlah ahli kata-kata
Ini adalah desau pepohonan yang berusaha keras berbisik pada rumput perdu
Ini adalah lirih angin musim dingin, berharap matahari mendengarnya
Ini adalah tatapan putus asa nyala lilin, pada tetes hujan di balik kaca pemisah buram
Ini adalah emosiku, yang meredup dan berpendar seiring tawa dan tangisku
Adakah kamu atau seorangpun akan mengerti?
Kurasa tidak, karena aku bahkan tidak bisa memahami diriku sendiri
Apakah aku adalah seekor kunang-kunang yang berani jatuh cinta pada bintang?
Ataukah aku adalah air yang memendam cintanya dalam-dalam pada api dalam ketakutan akan kehancuran berasap?
Entahlah
Aku berhenti bertanya, karena aku terlalu takut menemukan jawaban yang akan membuatku terluka
Munafik, aku tau
Aku berhenti mencari kunci karena aku tahu aku tidak cukup kuat untuk membuka pintu-pintu itu
Lemah, memang
Aku berhenti menerobos belukar, karena aku bukanlah penjelajah belantara yang tangguh, dan aku selalu ragu akan goresan ranting yang membuat hatiku berdarah-darah
Pengecut, ya benar.
Tapi aku berhenti bertanya karena aku tau suatu saat konsep-konsep abstrakku akan terjawab dengan cara yang lebih indah
Apakah cinta? Apa tujuan hidup? Kenapa harus ada air mata? Kenapa tawa terkadang palsu?
Semua akan terjawab, aku tau, karena aku yakin.
Dan aku berhenti mencari, karena aku percaya, akulah yang akan ditemukan. Waktu akan menemaniku, dan kesabaran adalah sahabatku.
Maka aku tak lagi menembus hutan, karena aku memilih mencari jalan memutar
Bertemu banyak cerita, menemukan beribu warna lain, berkenalan dengan banyak pribadi
Seperti tembok tinggi, mungkin aku bisa melihat pemandangan yang entah indah, maupun tidak, dengan cara memanjat atau melompatinya, bukan menabraknya keras hingga hancur berantakan
Aku pernah tersesat, aku pernah menjadi seseorang yang bodoh
Aku pernah membenci diriku sendiri, aku pernah menolak untuk meraih matahari
Aku pernah menunggu dalam semu di depan sebuah pintu yang aku tahu takkan pernah terbuka
Dan aku masih menyimpan harap setiap kali sang pemilik pintu itu mengintip
Lalu meremas kuat air mataku agar tidak tampak ketika pintu itu tertutup lagi
Tapi itu dulu.
· · Share · Delete
Ataupun sekedar obrolan minum kopi
Ini juga bukan mitos, atau dongeng, atau huruf-huruf terajut indah
Karena aku bukanlah ahli kata-kata
Ini adalah desau pepohonan yang berusaha keras berbisik pada rumput perdu
Ini adalah lirih angin musim dingin, berharap matahari mendengarnya
Ini adalah tatapan putus asa nyala lilin, pada tetes hujan di balik kaca pemisah buram
Ini adalah emosiku, yang meredup dan berpendar seiring tawa dan tangisku
Adakah kamu atau seorangpun akan mengerti?
Kurasa tidak, karena aku bahkan tidak bisa memahami diriku sendiri
Apakah aku adalah seekor kunang-kunang yang berani jatuh cinta pada bintang?
Ataukah aku adalah air yang memendam cintanya dalam-dalam pada api dalam ketakutan akan kehancuran berasap?
Entahlah
Aku berhenti bertanya, karena aku terlalu takut menemukan jawaban yang akan membuatku terluka
Munafik, aku tau
Aku berhenti mencari kunci karena aku tahu aku tidak cukup kuat untuk membuka pintu-pintu itu
Lemah, memang
Aku berhenti menerobos belukar, karena aku bukanlah penjelajah belantara yang tangguh, dan aku selalu ragu akan goresan ranting yang membuat hatiku berdarah-darah
Pengecut, ya benar.
Tapi aku berhenti bertanya karena aku tau suatu saat konsep-konsep abstrakku akan terjawab dengan cara yang lebih indah
Apakah cinta? Apa tujuan hidup? Kenapa harus ada air mata? Kenapa tawa terkadang palsu?
Semua akan terjawab, aku tau, karena aku yakin.
Dan aku berhenti mencari, karena aku percaya, akulah yang akan ditemukan. Waktu akan menemaniku, dan kesabaran adalah sahabatku.
Maka aku tak lagi menembus hutan, karena aku memilih mencari jalan memutar
Bertemu banyak cerita, menemukan beribu warna lain, berkenalan dengan banyak pribadi
Seperti tembok tinggi, mungkin aku bisa melihat pemandangan yang entah indah, maupun tidak, dengan cara memanjat atau melompatinya, bukan menabraknya keras hingga hancur berantakan
Aku pernah tersesat, aku pernah menjadi seseorang yang bodoh
Aku pernah membenci diriku sendiri, aku pernah menolak untuk meraih matahari
Aku pernah menunggu dalam semu di depan sebuah pintu yang aku tahu takkan pernah terbuka
Dan aku masih menyimpan harap setiap kali sang pemilik pintu itu mengintip
Lalu meremas kuat air mataku agar tidak tampak ketika pintu itu tertutup lagi
Tapi itu dulu.
· · Share · Delete
- Franchy Givani gimana nggak keren coba, dibuat dalam hitungan menit dan hasilnyaaa...... B-)January 18, 2010 at 4:23pm ·
- Dara Antares Minerva dalam hitungan menit? nggak kaget, noni banget zzJanuary 18, 2010 at 4:43pm via Facebook Mobile ·
- Venus Aretha haha apaan sih can, hitungan menit? hehe. iya see :p
makasii yang udah ngelike ;)January 18, 2010 at 5:56pm · - Dara Antares Minerva 'aku bukanlah ahli kata-kata' -> nggak mungkin.January 18, 2010 at 6:40pm via Facebook Mobile ·
- Venus Aretha loh, beneran :)
jagoan kamu, regi, banyak lah
tapi notenya regi itu bikin sendiri kan?January 18, 2010 at 7:20pm · - Firsty Rahma Indah nian kta2 yg kau tlis. Isyrat nada mengalun syhdu. Brhrap t da sia2 bl kt mrndkn sswtu . Miss u sob.January 19, 2010 at 9:21am via Facebook Mobile ·
- Sabrina Cho bagus banjar say. aku terharu bacanya. :')
eh iya. makasi tagnyaa.January 19, 2010 at 3:43pm · - Nindya Suksma Saksita bagus bgt nooniii :)
bahasanya masuk bgt hhe..January 26, 2010 at 12:42pm via Facebook Mobile ·
0 comments:
Post a Comment