The Heartbreakers [Part 7]


Seven
chances come, chances gone

Bintang menyeruput gelas espressonya yang kedua. Sudah seminggu ini ia menghindari klub malam, tempat main billiar, ataupun kafe-kafe gaul favoritnya. Keramaian membuatnya muak. Ia lebih senang menyepi di kafe-kafe kopi kecil yang nyaman dan privat. Menghabiskan bergelas-gelas kopi sambil surfing di dunia maya di ruangan bebas rokok.
            Ya, Bintang memang menghindari rokok dan alkohol. Apalagi narkoba. Meski akrab dengan dunia malam, sering clubbing, balap liar dan semacamnya, Bintang masih waras. Ia tidak mau menyia-nyiakan masa mudanya dengan memasukkan ribuan racun ke dalam tubuhnya.
            Tidak ada yang tahu penyebab Bintang kini sangat rajin online. Bahkan mengganti HPnya dengan Blackberry Bold hadiah ulangtahun dari papanya dulu yang tidak pernah ia gunakan dengan alasan ribet. The HBs tidak terlalu ambil pusing dan menganggap Bintang sudah bosan dengan cewek yang itu-itu saja dan mulai mencari korban-korban baru di dunia maya.
            Waiter cewek yang mengantarkan calamari ke meja Bintang mencoba flirting dengan tersenyum centil. Bintang yang biasanya akan langsung menanggapi, kini hanya mengangguk, tersenyum sekilas, lalu kembali berkutat menekuni laptopnya. Jemarinya dengan cekatan membuka facebook, yahoo messenger, blog-blog, twitter, plurk, yahoo map dan situs-situs lain. Tetapi lagi-lagi ia tidak menemukan apa yang ia cari. Matanya termangu memelototi satu id offline di yahoo messenger, seakan dengan begitu id itu akan online.
            Ketika akhirnya ia membayar billnya, lalu beranjak keluar coffe shop dengan lesu, matanya terpaku pada seseorang berkaus abu-abu yang berwajah murung. Bintang menyipitkan mata, astaga, itu Vesta!
            Bergegas ia menghampiri cewek yang sedang menatap gelas tinggi frappucinno di depannya tanpa ekspresi itu. Begitu mendekat, Bintang malah jadi ragu karena cewek itu tidak menoleh padanya sama sekali, seakan-akan menciptakan dunianya sendiri dan tidak mempedulikan orang lain.
            Wajahnya pun agak pucat, tidak ada rona pink di pipinya seperti wajah Vesta biasanya. Gaya bajunya yang berbeda membuat Bintang takut salah orang. Cewek itu mengenakan kaus abu-abu, dengan cardigan hitam, dan jeans yang juga gelap. Absolutely dark. Berbeda dengan keseharian Vesta yang cenderung selalu mengenakan baju-baju warna cerah, seperti biru muda, hijau muda, pink, kuning atau oranye, meski tidak terlalu feminin.
            Tersadar sudah melamun terlalu lama dan orang-orang mulai menatapnya curiga (ya iyalah, Bintang berdiri kurang dari setengah meter dari cewek yang bahkan tidak meliriknya sedikitpun, jelas jadi tontonan orang) Bintang melangkah lebih dekat lalu menepuk bahu cewek itu.
”Vesta.”
            Cewek itu menoleh, kaget. Namun sedetik kemudian sorot mata Vesta berubah menjadi penuh rasa bersalah. Bintang yang awalnya menatapnya ragu kini menghujamkan manik matanya tepat di mata Vesta. Tajam.
"Kenapa lo balik dari Amerika ga bilang-bilang kita?"
Vesta tergeragap, "Engh .. Aku .."
Bintang menunggu, Vesta tidak mampu memberi jawaban apapun.
"Ya udahlah kalo menurutmu nggak terlalu penting ngabarin kita." Mendengar ucapan Bintang, Vesta makin nggak enak. Namun tak lama kemudian Bintang mengubah topik pembicaraan, "Emang lo ngapain aja disana?"
"Yaaah, liburan. Sekalian nyari sekolah.."
"Boong banget, lo kan mau masuk sastra prancis di UGM."
Vesta terdiam lagi, perlahan menyadari, sebengal-bengalnya Bintang, ternyata cowok itu tau banyak sekali tentangnya.
"Ada apa sih sebenernya Ves?" Suara Bintang melembut. Ia menarik kursi di sebelah Vesta dan duduk di sebelahnya. Bintang menatap bola mata Vesta yang bulat dan indah. Mata itu bergerak gelisah namun tampak mulai berkaca-kaca.
Sejurus kemudian mengalirlah cerita tentang masalah-masalah Vesta selama ini. Bintang mendengarkan dengan tenang, meski ada kilatan terkejut di matanya, ia mencoba mengendalikan diri. Vesta yang ada di hadapannya sekarang bukanlah Vesta yang ceria seperti yang selama ini ia kenal. Vesta kini tampak sangat rapuh meski ia melihat binar-binar ketegaran di diri Vesta.
Bintang mengusap bahu Vesta pelan. Menenangkannya. Lalu bertanya, "Kamu pernah praktek destilasi kan? Di SMA ini, atau SMP mungkin?"
Vesta menatapnya bingung. Apa hubungannya? Tetapi akhirnya ia mengangguk, "Iya. SMP pernah. Kenapa?"
"Inget prosesnya?"
"Mm, didihkan air di labu destilasi, terus ntar airnya bakal menguap dan diembunkan lewat pipa kondensornya, habis gitu air hasil pengembunannya bakal ditampung sama gelas ukur, bener nggak sih?"
"Smart girl," puji Bintang, "Nah, pernah kepikir nggak sama kamu, bahwa peristiwa itu bisa ngerubah sudut pandang kamu tentang masalah, apapun masalah yang kamu hadapi itu?"
Vesta hanya menatap Bintang tak mengerti. Namun ia merinding ketika dari bibir Bintang mengalir untaian kata-kata bijak yang menyejukkan.
"Setetes air merasa kesakitan dan terluka ketika panas menghampirinya ..
Ia mulai menguap dan hampir putus asa ketika tubuhnya mulai terburai ..
Sejenak ia merasakan hampanya mati rasa ..
Namun tiba-tiba permukaan dingin menyentuhnya lembut,
mengembunkannya ..
Ia kembali menjadi setetes air yang utuh, bahkan lebih jernih dan murni ..
Belajarlah dari air ini, masalah akan membuatmu lebih tegar dan itu bukanlah akhir dari segalanya.."
Bintang mengakhiri "deklamasi puisinya". Membuat Vesta terbengong takjub. "Gila, keren banget, Bin .." Bintang ngakak, "Hei, liat maknanya, jangan susunan katanya. Lo lebih jago bikin puisi dibanding gue. Cheer up, girl. Mana Vesta yang gue kenal. Yang ceria, yang heboh, kadang lebay, haha, yang seru, yang cantik.. Dikit." Vesta merengut mendengar kalimat terakhir, lalu ikut tertawa bersama Bintang yang sudah terbahak-bahak.
Bintang mengeluarkan selembar kertas terlipat dari sakunya. Memamerkannya. Vesta sangat mengenal kertas ungu muda dengan motif kupu-kupu putih itu. Sobekan diarinya yang ia tulis iseng saat diskusi lirik dengan The HBs.
”Ah iseng banget sih kamu, Bin! Hahaha. Begituan disimpen.” Vesta terbahak meninju lengan Bintang pelan. Bintang memasang ekspresi sok serius sambil meletakkan telunjuk di bibirnya, lalu ia membuka lipatan kertas, tatapannya seolah mengajak Vesta ikut membaca ulang barisan kata di kertas itu.
Aku membeku
Terpaku
Seakan waktu berhenti berputar
Dan bumi tak lagi berotasi

Semua terjadi begitu cepat
Tak sampai hitungan detik
Tapi karenanya hidupku berubah

Seindah neraka
Semanis empedu
Aku terdiam untuk memahami
Tapi ku tetap tak mengerti
Seribu penjelasan takkan cukup
Kenapa ini harus terjadi?

*by: Vesta

            Bintang tersenyum. Vesta juga. ”Fragile banget ya aku Bin?” Bintang menggeleng, ”Nggak, Ves. Lo cuma lagi down. Tenang aja, lo pasti bisa ngelewatin ini semua.” Bintang mengeluarkan lighter dari sakunya, melirik Vesta, seolah meminta izin. Vesta mengangguk pelan. Perlahan kertas ungu itu terbakar sedikit demi sedikit. Menyisakan abu dan harapan untuk memulai kehidupan yang lebih bersemangat.
Waktu terasa berlalu begitu singkat, setelah menghabiskan sepiring waffle dengan 4 macam es krim untuk berdua, dua gelas lemon squash, dan semangkuk calamari, serta ngobrol ngalur ngidul kesana kemari, Bintang mengajak Vesta ke lantai dua coffe shop itu yang ternyata sebuah distro kecil. Distro itu berisi baju-baju cewek yang lucu, bermacam-macam style. Ada yang feminin, simpel, vintage, bohemian, kasual, bahkan tomboy abis juga ada.
Vesta berkata pelan sambil menahan senyum, "Aku cewek ke berapa ya yang kamu ajak ke sini ya Bin?"
Pertama. Namun Bintang hanya mengatakan itu di dalam hati. "Hahaha, ya banyak lah, Ves. Ga keitung. Lo ke berapa ya, hmmm. Coba gue liat daftar gue dulu." Bintang ngakak. Vesta ikut tertawa.
            ”Temen-temen lo tuh, Ves!” seru Bintang tiba-tiba. Vesta sampai menoleh kaget. ”Hah? Mana?”
”Tuh,” Bintang menunjuk satu rak. Vesta mengikuti arah jari Bintang. Deretan rompi warna-warni tersusun rapi. Rompi. Vest. Vesta mendengus, ”Nggak penting banget deh Bin.”
Ketika Vesta sibuk memilih baju, tatapan Bintang tertuju pada sebuah kemeja jins biru imut dengan bordiran sepasang sayap di punggungnya.
"Malaikat," desis Bintang pelan.
"Apa, Bin?" Ketika Vesta menoleh, matanya ikut berbinar menatap baju itu. "Wah.."
Bintang mengangguk pelan ke arahnya, "Coba aja dulu, Ves. Kayaknya sih cocok. Daripada lo pake baju-baju disana itu." Dagu Bintang terangkat menunjuk ke arah deretan dress berwarna-warna pastel (tapi mewah) yang tampak glamor, cantik, dan cewek banget. Vesta mendelik, pura-pura jengkel. Bintang tertawa lalu mendorong punggung Vesta pelan menuju kamar pas.
Sesudah Vesta masuk, Bintang terdiam mengamati deretan baju itu. Dress putih tulang dengan detil tembaga, khas yunani. Feminin, dewasa, cantik dan lembut. Dress merah dengan aksen emas yang seksi. Glamor, mewah, berkelas dan angkuh. Dress pink muda dengan aksen pita. Manja, rapuh, dan kekanakan. Memang hanya baju tadi yang sesuai dengan Vesta. Manis, sekaligus santai dan nyaman.
Vesta keluar kamar pas dan sukses membuat Bintang melongo.
”How do I look?” Vesta menatap Bintang sambil tersenyum.
Perfect. ”Cantik. Bajunya maksud gue..” jawab Bintang cuek.
Vesta merengut, awalnya sih muji, tapi endingnya nggak enak banget.
Bintang beranjak menuju kasir, memberikan sejumlah uang dan meminta kantong kertas belanjaan. Vesta hanya bisa bengong melihatnya
”Udah gue bayar baju lo. Sekarang baju lama lo masukin kantong ini gih. Nggak usah bilang makasih. Sama-sama.”
            Setelah menyurukkan kantong belanjaan ke tangan Vesta, Bintang melangkah menuruni tangga keluar distro. Meninggalkan Vesta yang masih diliputi tanda tanya akan kelakuan Bintang yang sama sekali berbeda hari ini.
            Mobil Bintang berhenti tepat di depan rumah Vesta. Setelah mengantar Vesta ke pintu depan, Bintang menatap mata Vesta dalam-dalam. Vesta menjadi agak salah tingkah, agak lho yaa, Vesta sudah terlalu kebal dengan pesona makhluk satu ini.
”Jadi? Apa lo punya oleh-oleh cewek amrik buat gue? Itung-itung bales jasa laaah, gue kan udah nemenin elo hari ini. Huahahahaha.” Bintang tertawa keras. Vesta menghembuskan nafas lega, kirain mau ngomong apa. Ternyata memang Bintang tetaplah seorang Bintang.
            Setelah berbasa-basi lima menit, Bintang pamit. Begitu dilihatnya Vesta sudah benar-benar masuk rumah, dan mematikan lampu, Bintang pulang. Kakinya menendang-nendang kerikil dengan gusar, entah apa yang disesalinya. Sebuah kesempatan yang tersia-sia mungkin?


***
Denny mengetuk-ngetuk meja dengan pensil, gusar. Ada apa ini? Kenapa semuanya jadi bermasalah? Mulai dari masalah Eza yang makin pusing dengan perjalanan cintanya. Yeah, punya cewek sesempurna Monik, tapi bingung dengan perasaannya pada.. sahabatnya sendiri? Well, kalau Eza masih berstatus playboy sih nggak ada masalah. Tapi kalau udah pake urusan hati. Itu masalahnya.
Lalu, Ruffan.. hanya ada satu kata untuknya: goblok. Hingga detik inipun ia masih memikirkan Suci. Tetapi entah mengapa feeling Denny mengatakan, Suci masih memiliki perasaan itu. Hanya saja, dia menutupinya, agar ia tidak terlihat lemah.
Bintang dan Kei. Ia hanya tak habis pikir, kenapa dua cowok itu harus terjebak dengan sepupunya sendiri! Cewek yang awalnya membuat mereka gemas setengah mati karena tidak tertarik sedikitpun dengan mereka, kini malah membuat mereka.. what? Jatuh cinta? Untuk Kei, sudah sangat jelas terlihat kalo sobatnya ini fall so deep dengan Vesta. Tapi, untuk Bintang, Denny masih agak ragu, antara perasaan Bintang yang sebenarnya. Tuluskah? Atau, lagi-lagi arti Vesta hanya sebatas ’tantangan untuk ditaklukkan’ saja?
Setelah mereka sibuk dengan masalah masing-masing, The Heartbreakers vakum. Sebenarnya, bukan masalah vakumnya yang Denny permasalahkan, toh dia bukan musisi gila yang nggak bisa hidup tanpa musik. Hanya saja, the Heartbreakers secara nggak langsung udah merangkap geng juga buat Denny. Dan dia butek abis seminggu ini di rumah mulu, nggak ngapa-ngapain. Dia butuh ngelakuin sesuatu, nongkrong lah, sekedar ngeband lah, basketan lah, main futsal, apapun lah. APAPUN.
Denny mendengus lagi, makanya enakan juga jadi gue, kalo suka ya suka aja, nggak pake cinta-cintaan. Begitu bosen, buang. Toh gue juga nggak sekejem Bintang, gue masih ada hati lah ya. Gue cuma gampang suka sama cewek, emang itu salah? Ia terus sibuk dengan pikirannya sendiri.
HPnya berkedip. Tersadar ia masih online yahoo messenger. Kei?
silverkey: BUZZ!!!
silverkey: gue kirimin lagu baru. karangan Vesta, musiknya gue dong. coba dengerin deh. masih kasar sih, tapi menurut gue lumayan. dan gue yakin lo suka liriknya! :D

Receiving one file from silverkey..

Aaah, lama nih. Pikir Denny malas. Ia meminimize conversationnya dengan Kei dan mulai asyik chat dengan kenalan barunya. Cewek, tentu saja.
Ketika file itu sudah terkirim sempurna, ia langsung memutarnya. Intronya akustik, enak banget, Kei tambah jago nih gitarnya, padahal dia kan bassist. Denny tersenyum, dulu, dialah yang mengenalkan Kei pada musik..
Tapi mendengar liriknya, Denny langsung melotot.

You, Me, and A Space
You were only able to look without doing any
You bite your lip, maybe enjoying every second that went by
Until there’s nothing left except: You, Me, and A space
Without a shred of memories, without hope of any
I just looked at you,  actually didn’t really care
I remember that day, when you said,”I’m the girl your ex will hate. The girl your mom will love. And the girl you’ll want to be with forever.”
Deep inside my heart, actually I laughed at that time. Yeah, babe. I don’t think so.

**
However, there’re some among us which are actually very nice.
it’s just that it can’t happen again now.
I tried to explain,
”Sorry I love someone else. I can’t hurt you deeper than this. We have to end everything between us.”
You laughed, like you had already prepare for this, then you said,
”it’s okay. Just go get her.”
           
Actually there’s something knocked my heart when I heard you said that
You ever filled the space in my heart, though not anymore
But my mind changed instantly when you continued your words.
           
You said,”Sometimes, when I say,”oh, I’m fine.” I want you to look into my eyes and say,”please tell the truth.” But you never did that.”
I rolled my eyes, how hard to understand women’s minds, right?

Then before I go I just wanna say, ”Did you ever heard a quote from Socrates? The hottest love has the coldest end.”
Back to **
Then before I go I just wanna say,
”Did you ever heard a quote from Socrates? The hottest love has the coldest end.” 3x

denny0902: anjrit. sialan lo kei!
silverkey: :))
denny0902: nyindir gue lo, parah. tapi enak nih lagu kei. mantep.
silverkey: yang enak lagunya apa liriknya? Kisah hidup lo tuh. sama siapa? Si andien apa lina ya? lupa gue.
denny0902: zz, banyak omong lo. serah dah.
denny0902: it’s vera, fyi only*.
silverkey: oh iyaa, lupa gue. Iya bener tuh si vera.
denny0902: iya iya. jadiin formatnya mp3 aja kei. ntar kalo smua masalah udah beres, kita bisa latihan pake lagu ini.
silverkey: iya, bisa gila gue lama-lama. makin banyak aja nih masalah. ck, mana gue males banget ketemu bintang
denny0902: napa sih lo? jealous?
silverkey: bukan gitu juga ya den. gue males aja sama gayanya. sok-sok an gak mau jatuh cinta, sok-sok an mainin cewek itu hal paling keren dan jatuh cinta itu nggak banget
denny0902: gue kok jadi ngerasa kesindir ya disini kei?
silverkey: lo nggak pernah ngerasain jatuh cinta sih den, yang lo rasain ke cewek cewek lo tuh suka, bukan cinta
silverkey: emang kalo cewek-cewek lo yang cantik-cantik itu kecelakaan, mukanya rusak, tulangnya pada patah, lo masih mau?
denny0902: nggaklah
silverkey: nah itu bukan cinta namanya
denny0902: whatever deh kei. yang jelas, gue mohon banget nih sama Tuhan biar kalopun gue jatuh cinta tuh ntar-ntar aja deh. gue aja udah pusing banget liat lo-lo pada pusing, menderita karena cinta
silverkey: najis banget sih bahasa lo
denny0902: najis juga ngeliat elo semua termehek mehek gitu

            Denny melirik jam. Jam segini kan jadwalnya Lulu jaga rental DVD. Apa kabar tuh cewek ya? Kangen gue. Ah, samperin aja deh. Daripada bete di rumah. Ntar kalo dia lagi nggak ada, ya gue tinggal telpon Amara, ngajak makan. Pasti dia mau. Urusan cewek emang selalu gampang, pikir Denny santai. Dia memang menikmati masa-masa remajanya. Agak brengsek sih, tapi mau gimana? Hidup sudah susah, jangan disusahin lagi gara-gara zat usil nggak kasat mata bernama cinta.

denny0902: kei, gue off dulu. males banget bahas ginian. asli. haha.
silverkey: oh, :)) okok. oya, ada kabar dari vesta?
denny0902: bonyoknya cerai, kei
silverkey: ya ampun.. eh, dia udah balik dari amrik?
denny0902: harusnya sih udah, tapi gue belom ke rumahnya.
denny0902: gue off kei

denny0902 has signed out.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...