two
and something called love comes unpredictably ..
"Gue nyontek PR kimia lo dong!"
”Oya, gue mau cerita nih, girls.. Pada belom tau gosip terbaru anak IPA kan?”
"Woi, kecilin dikit MP3 hape lo, gue lagi belajar biologi nih!"
"Eh, ntar sore mau ikut gue nyalon di Beautifulishta nggak? Gue baru jadi member nih. Perawatannya oke banget."
“Halooo yang merasa OSIS sie jasmani, jangan lupa ntar sore ada rapat! Ngumpul di sekretariat pulang sekolah, on time!”
Suara-suara riuh rendah di kelas 2 IPA 3 tidak mengusik suasana tenang di taman yang terletak tepat di samping kelas itu. Bintang dan Maya duduk di salah satu kursi panjang di taman tersebut.
"May," Bintang menatap mata Maya sungguh-sungguh sambil menggenggam erat tangannya. Maya menahan nafas saking gembiranya, pasti Bintang akan menembaknya saat ini, pasti, pikir Maya senang.
"Apa? Kok tumben manggil gue May? Kan biasanya lo manggil gue cantik, hehe." Maya mencoba bercanda untuk menenangkan hatinya yang bergemuruh.
Bintang menggeleng, "Denger gue ya May. Tolong lo jangan berpikir terlalu jauh dengan hubungan kita selama ini ya, gue cuma nganggep lo temen gaul aja, nggak lebih. Sori kalo lo ngartiinnya lain, lo harusnya sadar kalo perlakuan gue ke semua cewek emang begini. Status FB lo kemarin, 'Please my dear B-star, say it! Don't make me wait any longer..' Itu tentang gue? Maaf May, buat gue kita cuma temen biasa. Nggak ada apapun."
Maya shock seketika. Pendar penuh harap di matanya lenyap tak berbekas.
Bintang menyentakkan tangannya pelan, tersenyum sekilas tanpa beban, lalu pergi meninggalkan Maya yang tergugu nyaris menangis.
Bintang adalah seorang personil The HBs yang bisa dibilang paling brengsek. Berbeda dengan The HBs lain yang rata-rata menjadi womanizer karena alasan atau latar belakang tertentu. Bintang melakukannya ya karena memang suka melakukan itu. Mengerikan banget, kan?
Daya tarik Bintang memang luar biasa. Dengan tinggi 177 cm, atlet basket dan anggar, juga fasih luar biasa dalam berbahasa jepang. Selalu bersikap gentle, dan jago banget dalam menilai tipe-tipe cewek serta sifat apa yang harus dia tonjolkan untuk menarik perhatian cewek itu. Bintang menyukai tantangan, dan sensasi saat ia bisa menaklukkan cewek-cewek. Dia juga menikmati saat-saat ketika cewek-cewek itu memohon agar tidak diputuskan olehnya. Benar-benar cowok berbahaya.
Bintang melakukan apapun untuk mendapatkan cewek yang ia targetkan. Mulai dari menunggu di tengah hujan di depan rumah cewek itu. Atau membaca seluruh seri Twilight dan menghafalkan semua quote romantisnya hanya untuk menarik perhatian seorang kutu buku yang jutek abis (meski akhirnya luluh juga). Pernah juga dia menyusul gebetannya naik kereta api ke Semarang, memohon dengan sangat agar gebetannya mau menerimanya dan percaya bahwa ia sungguh-sungguh mencintai cewek itu, mengharukan memang. Tapi hubungan itu tidak berjalan lebih dari dua minggu karena Bintang naksir cewek lain, anak kuliahan pula. Karena itu, dengan semua reputasi Bintang. Sangat sulit mencari tahu apakah ekspresi Bintang tulus atau tidak.
"Bintang!" Bintang menoleh lalu tersenyum lebar, meski dalam hati mendengus malas. Beberapa cewek menghampirinya.
"Lo putus sama Maya ya?" tuding mereka tanpa basa-basi sedikitpun.
Bintang tertawa sambil memamerkan senyum khasnya itu, bandel sekaligus mematikan, "Nggak. Gue emang nggak pernah pacaran sama dia." jawabnya sambil lalu.
"Emang lo nggak suka sama dia? Maya kan cantik..
Bintang kembali menebar senyum, kali ini lebih lembut, "Emang cantik aja cukup? Banyak faktor lain lah. Terutama di sini sama di sini." Ujar Bintang santai sambil menunjuk dada dan juga pelipisnya. Merasa sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, ia beranjak pergi,
Cewek-cewek itu saling berpandangan. Kata-kata seperti itu hampir mustahil keluar dari mulut Bintang. Kecuali, tentu saja, dia ingin merayu tipikal cewek idealis, atau cewek jenius yang tidak cantik - dan sekali lagi - bukan karena rasa suka, melainkan karena tertarik atau penasaran.
Bintang tidak ambil pusing dengan mereka yang sibuk dengan tanda tanya di kepalanya. Ia sudah terlalu kesal dengan memori yang tiba-tiba muncul Vesta mengejeknya dengan sedikit sinis, "Kasian banget yang mau jadi istrimu ya Bin. Kamu udah puluhan kali jadi bekasnya cewek lain, dan .." Vesta menggantungkan kalimatnya sebelum menandaskan dengan dramatis, "Nggak ada satupun yang berkualitas!"
Sial! Bintang menendang kerikil. Cewek itu bener-bener harus gue kasih pelajaran! Geramnya dalam hati.
***
Keana melirik layar HPnya. Fall For You yang menjadi ringtone nya mengalun.
Bima is calling
Apa? Bima? Bima yang itu? Maksudnya Eza? Keana menahan nafas. Bingung apa yang harus dia lakukan.
1 missed call from Bima
Tangan Keana gemetar meraih HP. Nyaris memekik kecil ketika HPnya berbunyi lagi.
Bima is calling
Ragu, Keana mengangkat telepon itu.
"Halo?"
"Hai Kean! Apa kabar?"
"Mm, gue baik."
"Syukurlah. Aku juga. Udah lama banget nggak kontak ya?"
"Yaa.. Lumayanlah. Ada apa lo nelpon gue?"
"Nggak ada apa-apa. Masa nggak boleh nelpon temen sendiri?"
Teman! Hanya itu! Keana menggigit bibir. Tersadar bahwa ternyata sesakit itu hanya dianggap teman dan tersadar juga bahwa betapapun ia menyangkal, pesona Eza telah begitu dalam mempengaruhinya.
"Oh, kirain ada apa, Za." Sengaja memberi penekanan pada kata Eza, Keana menunggu reaksinya.
Jeda sesaat.
"Aku lebih suka kamu manggil aku Bima."
"Bima? Oke, whatever, siapapunlah namamu."
"Kean, kamu marah?"
"Nggak."
"Kamu marah."
"Sok tau. Gue nggak marah! Kenapa gue harus marah?"
"Nadamu tinggi. Bicaramu ketus. Memang aku salah apa, Kean? Kalo aku punya salah, aku minta maaf banget."
"Kenapa lo nggak bilang kalo lo The HBs?" Kata-kata itu meluncur dari mulut Keana tanpa mampu ditahan.
"Karena kamu nggak pernah nanya." Bima menjawab singkat.
Keana nyaris kehabisan kata. "Gue cuma nggak nyangka ternyata lo sama aja kayak mereka." Keana berucap dingin.
Bima membisu.
"Look, Bima. Kalo lo berpikir gue bisa jadi salah satu korban dalam game-game kalian itu. Lo salah besar. Gue bukan cewek yang bisa lo atau temen-temen lo mainin kayak gitu. Jujur, gue emang kecewa begitu tau yang sebenernya. Tapi itu lebih baik daripada gue nggak tau apa-apa."
"Maaf, tapi aku nggak pernah nganggep kamu salah satu dari cewek-cewek itu. Kamu beda, Kean. Aku nggak pernah berniat nyakitin kamu."
Hati Keana mulai menghangat, meski ia mati-matian berusaha menghilangkan perasaan itu.
"Apa kita nggak bisa berteman, Kean?"
Kean merasa baru dijatuhkan dari tepi jurang. Hatinya terasa perih, ternyata dia memang cuma dianggap teman. "Ya. Tapi nggak lebih dari itu."
Lalu Keana memutuskan sambungan telepon. Setetes air mata jatuh bergulir di pipinya.
***
"Manggung? Acara Whites? Wah, gue mau banget!" Seru Kei bersemangat waktu Denny menyampaikan kabar itu.
Whites adalah nama pensi SMA 102. SMA 102 terkenal banget kalo udah ngadain pensi. Selain dekorasi khas yang selalu bernuansa putih, bintang tamu yang nggak mengecewakan -bahkan sering mengundang mysterious guest yaitu artis-artis beken yang baru ditampilkan menjelang tengah malam) juga booth-booth lucu yang menarik perhatian. SMA Einstein jarang mengadakan pensi yang mengundang bintang tamu luar, karena lebih sering menampilkan drama, orkes, konser band-band dan penyanyi di Einstein, pameran karya ilmiah dan karya seni, dan lain-lain.
"Tadi pagi mereka udah kontak gue via telpon. Gue bilang kita mau rundingan dulu. Trus kita juga diminta ngelakuin beberapa hal, selain manggung."
"Beberapa hal? Apa aja?"
"Hem, pertama, anak salah satu donatur terbesar mereka, Rhena, lo tau dong sifatnya kayak apa. Katanya sih ultah hari itu, mereka minta kita nyanyiin lagu Happy Birthday ke Rhena dan bawain black forest seakan-akan dari kita."
Mereka mengangguk setuju, kalau cuma itu sih gampang.
"Yang kedua," Denny agak ragu mau melanjutkan, "Mereka minta tolong kita supaya mau jadi hadiah doorprize." Mata cowok-cowok di depan Denny melebar. What? Doorprize?
Denny buru-buru menjelaskan, "Mereka kerja sama dengan beberapa sponsor. Nah, setiap pengunjung yang membeli barang -apa saja- di booth-booth sponsor itu bakal dapet satu stiker huruf -nggak boleh milih- kalo mereka berhasil membentuk nama salah satu dari kita -nama panjang, bukan panggilan- dialah yang berhak ngedate semalem sama kita. 5 orang tercepat yang bakal dipilih."
Kei, Eza, Ruffan, dan Bintang ternganga. Bukan karena ide itu kreatif abis -para sponsor pasti bakal untung besaaaar- tapi juga menemukan fakta bahwa mereka diperjual belikan!
"Nggak ah, gue nggak mau! Kreatif emang, tapi kesannya kita murah banget!" Eza menukas cepat.
"Apa salahnya diambil sih?" Ruffan menyahut santai," Selain kita bakal tambah beken, kita juga tau tipe-tipe cewek mengerikan mana yang bakal memborong semua barang di booth-booth cuma buat nge-date sama kita." Ucapan Ruffan disambut tawa terkikik Kei. "Biasanya Bintang yang ngomong kayak gitu," celetuk Kei geli. Bintang mendongak ogah-ogahan, lalu kembali menekuni majalah otomotif yang dibawanya. Tanpa menoleh ia berkata, "Gue sih ikut keputusan bersama aja. Tapi menurut gue, nggak pake sistem cepet-cepetan gitu. Pokoknya sebanyak-banyaknya finalis yang bisa nyusun nama kita, mungkin ditambah, mm, apa ya? Formulir yang isinya foto dan alasan dia milih salah satu dari kita itu apa, nanti pemenangnya kita yang pilih."
Semua berpandangan, "Brilian!!"
Bintang tersenyum cuek lalu melanjutkan membaca. Mungkin itulah alasan cewek-cewek tergila-gila sama Bintang. Cowok itu memang.. Mengejutkan.
Kei tiba-tiba berdiri, melepas kaca matanya yang minus setengah, lalu berkata, "Latihan yuk! Gue udah semangat banget nih, kita kan udah lama nggak manggung. Disibukin ujian kemaren."
Semua setuju dan bangkit dari duduknya.
Mereka melatih salah satu lagu mereka. Lirik lagu yang dibuatkan oleh Vesta berdasar pengalaman Ruffan. Dia kepergok selingkuh dan ceweknya itu memutuskannya di tengah hujan deras. Sementara Ruffan tidak bergeming. Bahkan hingga besoknya cewek itu terbaring lemah disertai demam tinggi, Ruffan tidak menunjukkan tanda-tanda penyesalan sama sekali.
Hujan
Dia berlari menembus hujan
Bahkan tanpa tinggalkan senyuman
Aku berdiri tanpa ekspresi
Juga tanpa rasa sakit hati
Tetes hujan menghujam
Dia pergi dan tak kupedulikan
Kau pikir ku kan menangis tersedu
kau bahkan tak berbekas di hatiku
Reff:
Kubiarkan dia pergi
Seperti hujan yang akan berhenti
Dan menunggu pelangi lain
Datangiku dengan warna-warni
Kalimat "Dan menunggu pelangi lain" adalah perubahan dari lirik sebelumnya, yang murni dibuat Vesta "Dan menunggu pelangi hati". Bintanglah yang merubah lirik itu. Menurutnya kata-kata Pelangi Hati menggambarkan cinta sejati, frasa yang amat - sangat - bukan - The Heartbreakers - banget.
Dilanjutkan dengan lagu bikinan Bintang yang bertempo cepat dan riang. Dengan lirik sederhana tapi lugas, menjadikan lagu itu sebagai lagu favorit Ruffan, Denny, dan tentu saja Bintang.
Menembus Pikiran Mereka
Apa yang cewek pikirkan?
Saat ku tatap mereka tepat di mata
Apa yang cewek pikirkan?
Saat ku letakkan mawar di bangkunya
Apa yang cewek pikirkan?
Jika ku kalahkan ayahnya di papan catur
Apa yang cewek pikirkan?
Hingga akhirnya kukatakan itu demi dia
Reff:
Tak ada yang tak takluk
Apabila kau menembus pikiran mereka
Tak ada yang tak tunduk
Saat kau berikan apa yang mereka mau
Perhatian, ekspresi sayang, kejutan, dan segalanya
Kan kuberikan apa saja, dia kan terpana saat itu juga
Back to Reff
***
Hari-hari berlalu begitu cepat. Pensi Whites ke 17 bertajuk "Sweet Whites Teen" sudah terdengar gaungnya kemana-mana. Acara itu dipastikan bakal heboh, dengan dua puluh satu sponsor utama dan beberapa sponsor tambahan, serta dana yang dikucurkan orang tua Rhena, the birthday girl, bintang utama pensi kali ini, membuat segalanya menjadi sangat mudah.
Sehari menjelang pensi mereka melatih 3 lagu inti dan beberapa lagu lain yang biasa direquest. Denny membuat sebuah lagu pendek tetapi sepertinya nggak bakal terpakai karena waktu yang udah mepet banget.
"Vesta kemana ya? Udah dua minggu ini gue nggak liat dia lho."
"Iya, kemaren gue ke sekolahnya juga dia nggak masuk katanya." Bintang ikut nimbrung.
"Lo ke sekolahnya?" Kei bertanya dengan nada agak waspada.
"Iya, emang kenapa?" Bintang menjawab santai, tak mempedulikan nada suara Kei.
Kei membuang nafas, "Nggak, nggak apa-apa."
Di pojok ruangan, Eza sibuk dengan HPnya. "Ayo dong, Kean. Masa kamu nggak bisa ikut aku ke Whites sih?" Setelah bermenit-menit dibujuk Eza alias Bima (atau Bima alias Eza? Entahlah). Keana menyerah dan memutuskan memberi tahu alasan sebenarnya.
"Aku nggak ada yang nganter, Bim. Kalo pulangnya sih bisa bareng Rivi." Bagus. Sekarang Bima pasti menganggapku cewek manja, pikir Keana pasrah.
"Pake mobil?"
"Aku.. Aku nggak bisa nyetir." Keana menggigit bibir. Setidaknya dia jujur.
Eza berpikir sejenak.
"Oke, kalo gitu, bareng aku aja. Tapi, pulangnya sama Rivi aja, nggakpapa?"
"Hah?"
"Iya, kan ntar aku ngumpul sama anak-anak The HBs di Einstein. Ntar kan aku bisa pake mobil sendiri, nggak perlu semobil sama mereka. Kamu bareng aku aja."
"Hm, oke kalo gitu. Emang kenapa sih aku harus banget - nggak boleh enggak - wajib ikut?"
"Ya nggak papa, kan udah lama kita nggak ketemu."
Keana merasakan wajahnya memerah. Hanya teman, Kean! Dia memperingati dirinya sendiri.
"Oh, oke. See ya."
"Siapa Za?" Kata Ruffan setelah Eza meletakkan HPnya di meja dengan senyum terkembang di wajahnya.
"Keana."
The HBs yang lain melongo.
"Keana anak Einstein?"
"Yup."
"Lo kenal darimana? Kok kita nggak tau?" Denny bertanya penasaran.
"Yah, udah lumayan lama lah. Berbulan-bulan yang lalu. Aku nggak kebagian kursi di foodcourt, trus akhirnya aku duduk semeja sama dia."
"Sinting! Terus dia mau gitu?"
"Yaah, dulu kan dia nggak tau aku termasuk The Heartbreakers..."
Denny langsung memotong, "Iya. Tuh anak emang anti banget sama kita! Heran. Okelah kalo dia pernah dimainin sama salah satu dari kita, gue bisa paham perasaannya. Tapi ini kan enggak?? Hih, bahkan dia kayaknya nyaris benci sama kita."
"Keana yang pinter tapi jutek itu 'kan? Gue rada tertarik deh sama dia. Manis banget," Ruffan berujar santai.
Eza menoleh dan menatapnya tajam, "Aku minta, jangan Keana, please."
"Kenapa? Keana inceran lo? Ato udah jadian?"
"Nggak. Mm, Keana temenku. Aku nggak rela aja kalo dia disakitin."
"Yuhuuu, look who's talking." Bintang tertawa terbahak-bahak. "Lo naksir dia? Beneran naksir? Katanya kapok naksir cewek. Hahaha."
Muka Eza memerah. "Nggak, dia temen baikku. Okelah, aku emang rada suka sama dia. Tapi aku takut nyakitin dia, makanya aku belum berani jadiin dia cewekku atau apa. Apalagi, aku juga takut suka beneran sama cewek. Kalian tau sendiri sejarahku sama cewek-cewek dulu gimana."
"Menyedihkan." Ucap Bintang, Ruffan, Kei dan Denny kompak. "Huahahahaha."
Eza tersenyum kecut, "Ya. Memang menyedihkan."
***
Pensi itu ternyata lebih heboh daripada yang diberitakan. Dekorasi serbaputih didominasi warna-warna permen yang manis. Hiasan lolipop memenuhi sisi-sisi jalan. Panitia mengenakan topi-topi unik berbentuk permen, ice cream cone, atau buah-buahan..
The Heartbreakers juga tampil sangat maksimal. Semua penonton puas. Begitupun panitia. Ada juga beberapa penyanyi dan band terkenal yang diundang, sayangnya (atau untungnya?) mereka tampil hanya sebentar, sehingga tetap The HBs yang jadi sorotan pada pensi itu.
Menjelang sore The HBs beristirahat di ruangan khusus. Keana asyik mengobrol dengan Eza.
"Awalnya kamu bisa jadi mm, playboy gitu gimana sih, Bim?"
Eza tersenyum, "Soalnya jatuh cinta itu menyakitkan." Matanya menerawang.
"Cewek yang kusuka pertama kali, udah punya pacar. Meskipun dia suka juga sama aku, tapi dia nggak mau nyakitin pacarnya itu."
Keana mendengarkan dengan penuh perhatian. "Beberapa bulan sesudah itu, aku suka sama cewek lain. Ternyata adiknya cewek itu udah suka duluan sama aku. Dan dia nggak mau ngerebut aku dari adiknya. Apalagi, cowok yang udah dia tunggu berbulan-bulan, mulai ngasi sinyal positif."
Eza menghela nafas, "Yang ketiga, aku diselingkuhin. Keempat, cewek itu cuma jadiin aku pelarian aja. Haha, kayak lagu Sadis-nya Afgan gitu lah. Haha. Sesudah itu, aku nggak pernah percaya sama yang namanya cinta. Mungkin itu yang bikin aku jadi jahat sama cewek. Kecuali cewek-cewek yang aku anggep temen ato sahabat."
Keana kini paham posisinya. Mungkin selamanya dia nggak akan bisa dianggap lebih dari seorang teman. Keana tersenyum, pelan-pelan dia mencoba menerima hal itu, meski sulit.
Sesudah itu The Heartbreakers bersiap untuk tampil lagi. Kali ini bukan manggung, tetapi untuk menjadi hadiah doorprize."It's showtime.."Desah Kei malas.
Seorang cewek memakai kaos putih bertuliskan PANITIA masuk membawa selembar kertas. Menunjukkan cewek- cewek yang akan dipilih mereka.
"13 orang kandidat untuk Denny, 6 kandidat untuk Ruffan, 18 kandidat untuk Bintang, 15 kandidat untuk Kei, serta 16 untuk Eza."
Semua ternganga, saking tidak percayanya. Belasan orang yang bisa menang? Bayangkan, setiap pengunjung yang membeli barang di booth-booth sponsor itu hanya dapet satu stiker huruf untuk setiap barang dan nggak boleh milih hurufnya. Trus, untuk membentuk nama salah satu dari mereka, itupun nama panjang, bukan panggilan, mereka udah keluar kocek berapa, coba?
Keana yang duduk di samping Eza melirik sekilas. Eza dapet 16 orang? Berusaha menyembunyikan ekspresinya. Di satu sisi ia cemburu setengah mati, di sisi lain ia mulai menanamkan "status teman" pada dirinya.
Ellen, pacar terbaru Ruffan, menunjukkan ekspresi kesal tak terkira. "Aku nggak masuk kandidat! Nyebelin banget, aku emang datengnya agak telat sih tadi, makanya pendaftaran udah ditutup. Lagian namamu panjang banget sih, sayang. Ruffano Ariel Firdausy Putra."
Bintang terbahak. Di antara mereka memang nama Ruffan yang paling panjang. Sementara Bintang yang paling unggul, selain namanya paling pendek: Raenaldy Bintang, juga sifatnya yang sangat perhatian pada semua cewek.
Setelah berdiskusi, mereka memutuskan memilih cewek-cewek yang dianggap paling nggak belagu diantara yang paling belagu, paling nggak centil di antara yang paling centil, intinya yang paling baik dari segala yang terburuk. Jelas saja, apa sih yang bisa diharapkan dari cewek-cewek yang mau berkencan dengan cowok yang mereka suka setelah sebelumnya mereka harus membayar produk-produk sponsor yang harganya jutaan?
Rata-rata cewek itu menulis alasan The HBs ganteng banget, populer dan sebagainya. Standar. Setelah lima belas menit berkutat dengan kertas-kertas itu. Ruffan memilih Elsa, karena Elsa menulis alasannya memilih Ruffan adalah Ruffan menyukai Avenged Sevenfold. "Kayaknya seru nih cewek," komentar Ruffan. Bintang memilih Sandra. Alasannya? Khas Bintang banget, "Cantik, man! Indo pula. Gue nggak tau ini anak mana, belom pernah nemu yang begini." Kei memilih Vivi, teman Karin. Vivi memang menyukai Kei, tapi anak itu nggak aneh-aneh. Denny memilih Ayu, dari fotonya sepertinya dia cewek baik-baik. Eza kebingungan. Ketika jemari Keana terulur menunjuk sebuah foto cewek berkacamata bernama Monik, lalu berkata, "Feelingku bilang yang ini aja. Meskipun aku nggak kenal dia, kayaknya ini cewek yang tepat."
Tanpa Keana sadari pilihannya itu benar-benar seseorang yang tepat.